P A L A
1. SEJARAH SINGKAT
Pala (Myristica Fragan Haitt) merupakan tanaman buah berupa pohon tinggi asli
Indonesia, karena tanaman ini berasal
dari Banda dan Maluku. Tanaman pala
menyebar ke Pulau Jawa, pada saat
perjalanan Marcopollo ke Tiongkok yang
melewati pulau Jawa pada tahun 1271
sampai 1295 pembudidayaan tanaman pala
terus meluas sampai Sumatera.
2. JENIS TANAMAN
Tanaman pala memiliki beberapa jenis,
antara lain: 1) Myristica fragrans Houtt, 2) Myristica argentea Ware, 3)
Myristica fattua Houtt, 4) Myristica specioga Ware, 5) Myristica Sucedona BL,
6) Myristica malabarica Lam.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 2/ 16
Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021
316 1952, http://www.ristek.go.id
Jenis pala yang banyak diusahakan
adalah terutama Myristica fragrans, sebab
jenis pala ini mempunyai nilai
ekonomi lebih tinggi daripada jenis lainnya. Disusul
jenis Myristica argentea dan Myristica
fattua. Jenis Myristica specioga, Myristica
sucedona, dan Myristica
malabarica produksinya rendah sehingga nilai ekonomisnya
pun rendah pula.
3. MANFAAT TANAMAN
Selain sebagai rempah-rempah, pala
juga berfungsi sebagai tanaman penghasil
minyak atsiri yang banyak digunakan
dalam industri pengalengan, minuman dan
kosmetik.
1) Kulit batang dan daun
Batang/kayu pohon pala yang disebut
dengan “kino” hanya dimanfaatkan sebagai
kayu bakar. Kulit batang dan daun
tanaman pala menghasilkan minyak atsiri
2) Fuli
Fuli adalah benda untuk menyelimuti
biji buah pala yang berbentuk seperti
anyaman pala, disebut “bunga pala”.
Bunga pala ini dalam bentuk kering banyak
dijual didalam negeri.
3) Biji pala
Biji pala tidak pernah dimanfaatkan
oleh orang-orang pribumi sebagai rempahrempah.
Buah pala sesungguhnya dapat
meringankan semua rasa sakit dan rasa
nyeri yang disebabkan oleh kedinginan
dan masuk angin dalam lambung dan
usus. Biji pala sangat baik untuk
obat pencernaan yang terganggu, obat muntahmuntah
dan lain-lainya.
4) Daging buah pala
Daging buah pala sangat baik dan
sangat digemari oleh masyarakat jika telah
diproses menjadi makanan ringan,
misalnya: asinan pala, manisan pala,
marmelade, selai pala, kKristal
daging buah pala.
4. SENTRA PENANAMAN
Jika dilihat data pada tahun 1971
lalu, luas tanaman pala di Indonesia sekitar 22.809
hektar dengan daerah penyebaran yang
terpusat di Sulawesi, Irian Jaya. Aceh dan
Maluku.
5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim
1) Tanaman pala juga membutuhkan
iklim yang panas dengan curah hujan yang
tinggi dan agak merata/tidak banyak
berubah sepanjang tahun.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 3/ 16
Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021
316 1952, http://www.ristek.go.id
2) Suhu udara lingkungan 20-30
derajat C sedangkan, curah hujan terbagi secara
teratur sepanjang tahun. Tanaman pala
tergolong jenis tanaman yang tahan
terhadap musim kering selama beberapa
bulan.
5.2. Media Tanam
1) Tanaman ini membutuhkan tanah yang
gembur, subur dan sangat cocok pada
tanah vulkasnis yang mempunyai
pembuangan air yang baik. Tanaman pala
tumbuh baik di tanah yang bertekstur
pasir sampai lempung dengan kandungan
bahan organis yang tinggi.
2) Sedangkan pH tanah yang cocok
untuk tanaman pala adalah 5,5 – 6,5. Tanaman
ini peka terhadap gangguan air, maka
untuk tanaman ini harus memiliki saluran
drainase yang baik.
3) Pada tanah-tanah yang miring
seperti pada lereng pegunungan, agar tanah tidak
mengalami erosi sehingga tingkat
kesuburannya berkurang, maka perlu dibuat
teras-teras melintang lereng.
5.3. Ketinggian Tempat
Tanaman pala dapat tumbuh baik di
daerah yang mempunyai ketinggian 500-700 m
dpl. Sedangkan pada ketinggian di
atas 700 m, produksitivitas tanaman akan rendah.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
1) Perbanyakan Cara Generatif (Biji)
a) Pemilihan Biji
Perbanyakan dengan biji dapat
dilakukan dengan mengecambahkan biji. Dalam
hal ini biji yang digunakan berasal
dari:
1. Biji sapuan: biji yang dikumpulkan
begitu saja tanpa diketahui secara jelas
dan pasti mengenai pohon induknya.
2. Biji terpilih: biji yang asalnya
atau pohon induknya diketahui dengan jelas.
Dalam hal ini ada 3 macam biji
terpilih, yaitu: (1) biji legitiem, yaitu biji yang
diketahui dengan jelas pohon induknya
(asal putiknya jelas diketahui); (2) biji
illegitiem, yaitu biji yang berasal dari tumpang sari tidak diketahui, tetapi
asal
putiknya jelas diketahui; (3) biji Propellegitiem, yaitu biji yang terjadi hasil
persilangan dalam satu kebun yang
terdiri dua klon atau lebih.
Biji-biji yang akan digunakan sebagai
benih harus berasal dari buah pala yang
benar-benar masak. Buah pala bijinya
akan digunakan sebagai benih
hendaknya berasal dari pohon pala
yang mempunyai sifat-sifat: (1) pohon
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 4/ 16
Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021
316 1952, http://www.ristek.go.id
dewasa yang tumbuhnya sehat; (2)
mampu berproduksi tinggi dan kwalitasnya
baik.
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur
Jenderal Perkebunan Nomor: KB.
010/42/SK/ DJ. BUN/9/1984, telah
ditetapkan dan dipilih pohon induk yang
dapat dipergunakan sebagai sumber
benih yang tersebar di 4 propinsi, yaitu:
Sumatera Barat, Jawa Barat, Sulawesi
Utara dan Maluku. Biji-biji dari pohon
induk terpilih yang akan digunakan
sebagai benih harus diseleksi, yaitu dipilih
biji-biji yang ukurannya besar dengan
bobot minimum 50 gram/biji, berbentuk
agak bulat dan simetris, kulit biji
berwarna coklat kehitam-hitaman dan
mengkilat, tidak terserang oleh hama
dan penyakit.
Buah pala yang dipetik dari pohon dan
akan dijadikan benih harus segera
diambil bijinya, paling lambat dalam
waktu 24 jam biji-biji tersebut harus sudah
disemaikan. Hal ini disebabkan oleh
sifat biji pala yang daya berkecambahnya
dapat cepat menurun.
b) Penyemaian
Tanah tempat penyemaian harus dekat
sumber air untuk lebih memudahkan
melakukan penyiraman pesemaian. Tanah
yang akan dipakai untuk
penyemaian harus dipilih tanah yang
subur dan gembur. Tanah diolah dengan
cangkul dengan kedalaman olakan
sekitar 20 cm dan dibuat bedengan dengan
ukuran lebar sekitar 1,5 cm dan
panjangnya 5-10 cm, tergantung biji pala yang
akan disemaikan. Bedengan dibuat
membujur Utara-Selatan. Kemudian tanah
yang sudah diolah tersebut dicampuri
dengan pupuk kandang yang sudah jadi
(sudah tidak mengalami fermentasi)
secara merata secukupnya supaya tanah
bedengan tersebut menjadi gembur.
Sekeliling bedengan dibuka selokan kecil
yang berfungsi sebagai saluran
drainase.
Bedengan diberi peneduh dari anyaman
daun kelapa/jerami dengan ukuran
tinggi sebelah Timur 2 m dan sebelah
Barat 1 m. maksud pemberian peneduh
ini adalah agar pesemaian hanya
terkena sinar matahari pada pagi sampai
menjelang siang hari dan pada siang
hari yang panas terik itu persemaian itu
terlindungi oleh peneduh.
Tanah bedengan disiram air sedikit
demi sedikit sehingga kebasahannya
merata dan tidak sampai terjadi
genangan air pada bedengan. Kemudian biji-biji
pala disemaikan dengan membenamkan
biji pala sampai sedalam sekiat 1 cm
di bawah permukaan tanah bedengan.
Jarak persemaian antar-biji adalah
15X15 cm. Posisi dalam membenamkan
biji/benih harus rapat, yakni garis putih
pada kulit biji terletak di bawah.
Pemeliharaan pesemaian terutama adalah
menjaga tanah bedengan tetap dalam
keadaan basah (disiram dengan air) dan
menjaga agar tanah bedengan tetap
bersih dari gulma).
Setelah biji berkecambah yaitu sudah
tumbuh bakal batangnya. Maka bibit
pada pesemaian tersebut dapat
dipindahkan ke kantong polybag yang berisi
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 5/ 16
Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021
316 1952, http://www.ristek.go.id
media tumbuh berupa tanah gembur yang
subur dicampur dengan pupuk
kandang. Pemindahan bibit dari
pesemaian ke kantong polybag harus
dilakukan secara hati-hati agar
perakarannya tidak rusak.
Polybag yang sudah berisi bibit
tanaman harus diletakkan pada tempat yang
terlindung dari sinar
matahari/diletakkan berderet-deret dan diatasnya diberi
atap pelindung berupa anyaman daun
kelapa/jerami.
Pemeliharaan dalam polybag terutama
adalah menjaga agar media tumbuhnya
tetap bersih dari gulma dan menjaga
media tumbuh dalam keadaan tetap
basah namun tidak tergantung air.
Agar tidak tergenang air, bagian bawahnya
dari polybag harus diberi lubang
untuk jalan keluar air siraman/air hujan.
Bibit-bibit tersebut dapat dilakukan
pemupukan ringan, yakni dengan pupuk
TSP dan urea masing-masing sektar 1
gram tiap pemupukan. Pupuk ditaruh di
atas permukaan media tumbuh kemudian
langsung disiram. Pemupukan
dilakukan 2 kali dalam setahun, yakni
pada awal musim hujan dan pada akhir
musim hujan. Setelah bibit tanaman
mempunyai 3–5 batang cabang, maka bibit
ini dapat dipindahkan/ditanam di
lapangan.
2) Perbanyakan Cara Cangkok (Marcoteren)
Perbanyakan tanaman pala dengan cara
mencangkok bertujuan untuk
mendapatkan tanaman yang mempunyai
sifat-sifat asli induknya (pohon yang
dicangkok).
Hal yang diperhatikan dalam memilih
batang/cabangyang akan dicangkok adalah
dari pohon yang tumbuhnya sehat dan
mampu memproduksi buah cukup banyak,
pohon yang sudah berumur 12–15 tahun.
Batang/cabang yang sudah berkayu,
tetapi tidak terlalu tua/terlalu muda.
Cara mencangkok (marcotern):
a) Batang/cabang dikelupas kulitnya
dengan pisau tajam secara melingkar
sepanjang 3–4 cm. Posisi cangkokan
sekitar 25 cm dari pangkal
batang/cabang. Lendir/kambium yang
melapisi kayu dihilangkan dengan cara
disisrik kambiumnya, batang yang akan
dicangkok tersebut dibiarkan selama
beberapa jam sampai kayunya yang
tampak itu kering benar.
b) Ambillah tanah yang gembur dan
sudah dicampuri dengan pupuk kandang
dalam keadaan basah dan menggumpal.
Kemudian tanah tersebut
ditempelkan/dibalutkan pada bagian
batang yang telah dikuliti berbentuk
gundukan tanah. Gundukan tanah
tersebut kemudian dibalut dengan sabut
kelapa/plastik. Agar tanah dapat
melekat erat pada batang yang sudah dikuliti,
maka sabut kelapa/plastik pembalut
itu diikat dengan tali secara kuat pada
bagian bawa, bagian tengah dan bagian
atas. Bila menggunakan pembalut dari
palstik, maka bagian atas dan bagian
bawah harus diberi lubang kecil untuk
memasukkan air siraman (lubang bagian
atas) dan sebagai saluran drainase
(lubang bagian bawah).
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 6/ 16
Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021
316 1952, http://www.ristek.go.id
Bila pencangkokkan ini berhasil
dengan baik, maka setelah 2 bulan akan tumbuh
perakarannya. Jika perakaran
cangkokkan itu sudah siap untuk dipotong dan
dipindahkan keranjang atau ditanam
langsung di lapangan.
3) Perbanyakan Cara Peyambungan (Enten Dan Okulasi)
Sistem penyambungan ini adalah
menempatkan bagian tanaman yang dipilih
pada bagian tanaman lain sebagai
induknya sehingga membentuk satu tanaman
bersama. Sistem penyambungan ini ada
dua cara, yakni:
a) Penyambungan Pucuk (entern, grafting)
Penyambungan pucuk ini ada tiga macam
yaitu :
1. Enten celah (batang atas dan
batang bawah sama besar)
2. Enten pangkas atau kopulasi
3. Enten sisi (segi tiga)
b) Penyambungan mata (okulasi)
Penyambungan mata ada tiga macam
yaitu :
1. Okulasi biasa (segi empat)
2. Okulasi “T”
3. Forkert
Setelah 3-4 bulan sejak penyambungan
dengan sistem enten atau okulasi itu
dilakukan dan jika telah menunjukkan
adanya pertumbuhan batang atas (pada
penyambungan enten) dan mata tunas
(pada penyambungan okulasi), tanaman
sudah dapat ditanam di lapangan.
4) Perbanyakan Cara Penyusuan (Inarching Atau Approach Grafting)
Dalam sistem penyusuan ini, ukuran
batang bawah dan batang atas harus sama
besar (kurang lebih besar jari tangan
orang dewasa). Cara melakukannya adalah
sebagai berikut:
a) Pilihlah calon bawah dan batang
atas yang mempunyai ukuran sama.
b) Lakukanlah penyayatan pada batang
atas dan batang bawah dengan bentuk
dan ukuran sampai terkena bagian dari
kayu.
c) Tempelkan batang bawah tersebut
pada batang atas tepat pada bekas sayatan
tadi dan ikatlah pada batang atas
tepat pada bekas sayatan dan ikat dengan
kuat tali rafia.
Setelah beberapa waktu, kedua batang
tersebut akan tumbuh bersama-sama
seolah-olah batang bawah menyusu pada
batang atas sebagai induknya. Dalam
waktu 4–6 minggu, penyusuan ini sudah
dapat dilihat hasilnya. Jika batang atas
daun-daunnya tidak layu, maka
penyusuan itu dapat dipastikan berhasil. Setelah 4
bulan, batang bagian bawah dan bagian
atas sudah tidak diperlukan lagi dan
boleh dipotong serta dibiarkan tumbuh
secara sempurna. Jika telah tumbuh
sempurna, maka bibit dari hasil
penyusuan tersebut sudah dapat ditanam di
lapangan.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 7/ 16
Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021
316 1952, http://www.ristek.go.id
5) Perbanyakan Cara Stek
Tanaman pala dapat diperbanyak dengan
stek tua dan muda yang dengan 0,5%
larutan hormaon IBA. Penyetekan
menggunakan hormon IBA 0,5%, biasanya
pada umur 4 bulan setelah dilakukan
penyetekan sudah keluar akar-akarnya.
Kemudian tiga bulan berikutnya sudah
tumbuh perakaran yang cukup banyak.
Percobaan lain adalah dengan
menggunakan IBA 0,6% dalam bentuk kapur.
Penyetekan dengan menggunakan IBA
0,6%, biasanya setelah 8 minggu sudah
terbentuk kalus di bagian bawah stek.
Kemudian jika diperlukan untuk kedua
kalinya dengan larutan IBA 0,5%, maka
setelah 9 bulan kemudian sudah tampak
perakaran.
6.2. Pengolahan Media Tanam
Kebun untuk tanaman pala perlu
disiapkan sebaik-baiknya, di atas lahan masih
terdapat semak belukar harus
dihilangkan. Kemudian tanah diolah agar menjadi
gembur sehingga aerasi (peredaran
udara dalam tanah) berjalan dengan baik.
Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan
pada musim kemarau supaya proses
penggemburan tanah itu dapat lebih
efektif.
Pengolahan tanah pada kondisi lahan
yang miring harus dilakukan menurut arah
melintang lereng. Pengolahan tanah
dengan cara ini akan membentuk alur yang
dapat mencegah aliran permukaan
tanah/menghindari erosi.
Pada tanah yang kemiringan 20% perlu
dibuat teras-teras dengan ukuran lebar
sekitar 2 m, dapat pula dibuat teras
tersusun dengan penanaman sistem kountur,
yaitu dapat membentuk teras guludan,
teras kredit/teras bangku.
6.3. Teknik Penanaman
Penanaman bibit dilakukan pada awal
musim hujan. Hal ini untuk mencegah agar
bibit tanaman tidak mati karena
kekeringan, bibit tanaman yang berasal dari biji dan
sudah mempunyai 3–5 batang cabang
biasanya sudah mampu beradaptasi dengan
kondisi lingkungan sehingga
pertumbuhannya dapat baik.
Penanaman yang berasal dari biji
dilakukan dengan cara sebagai berikut: polybag
(kantong pelastik) di lepaskan
terlebih dahulu, bibit dimasukkan kedalam lubang
tanam dan permukaan tanah pada lubang
tanam tersebut dibuat sedikit dibawah
permukaan lahan kebun. Setelah
bibit-bibit tersebut ditanam, kemudian lubang
tanam tersebut disiram dengan air
supaya media tumbuh dalam lubang menjadi
basah.
Bila bibit pala yang berasal dari
cangkok, maka sebelum ditanam daun-daunnya
harus dikurangi terlebih dahulu untuk
mencegah penguapan yang cepat. Lubang
tanam untuk bibit pala yang berasal
dari cangkang perlu dibuat lebih dalam. Hal ini
dimaksudkan agar setelah dewasa
tanaman tersebut tidak roboh karena sistem
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 8/ 16
Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021
316 1952, http://www.ristek.go.id
akaran dari bibit cangkokan tidak
memiliki akar tunggang. Setelah bibit di tanam,
lubang tanam harus segera disiram
supaya media tumbuhan menjadi basah.
Penanaman bibit pala yang berasal
dari enten dan okulasi dapat dilakukan seperti
menanam bibit-bibit pala yang berasal
dari biji. Lubang tanaman perlu dipersiapkan
satu bulan sebelum bibit ditanam. Hal
ini bertujuan agar tanah dalam lubangan
menjadi dayung (tidak asam), terutama
jika pembuatannya pada musim hujan,
lubang tanam dibuat dengan ukuran 60
x 60 x 60 cm untuk jenis tanah ringan dan
ukuran 80x80x80 cm untuk jenis tanah
liat.
Dalam menggali lubang tanam, lapisan
tanah bagian atas harus dipisahkan dengan
lapisan tanah bagian bawah, sebab
kedua lapisan tanah ini mengandung unsur yang
berbeda. Setelah beberapa waktu,
tanah galian bagian bawah di masukkan lebih
dahulu, kemudian menyusul tanah
galian bagian atas yang telah dicampur dengan
pupuk kandang secukupnya.
Jarak tanam yang baik untuk tanaman
pala adalah: pada lahan datar adalah 9x10
m. Sedangkan pada lahan bergelombang
adalah 9x9 m.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
Untuk mencegah kerusakan atau bahkan
kematian tanaman, maka perlu di
usahakan tanaman pelindung yang
pertumbuhannya cepat, misalnya tanaman jenis
Clerisidae atau jauh sebelumnya bibit
pala di tanam, lahan terlebih dahulu di tanami
jenis tanaman buah-buahan/tanaman
kelapa.
1) Penyulaman harus dilakukan
dilakukan jika bibit tanaman pala itu
mati/pertumbuhannya kurang baik.
2) Pada akhir musim hujan, setelah
pemupukan sebaiknya segera dilakukan
penyiraman agar pupuk dapat segera
larut dan diserap akar. Pada waktu tanaman
masih muda, pemupukan dapat dilakukan
dengan pupuk organik (pupuk kandang)
dan pupuk anorganik ( pupuk kimia
sama dengan pupuk buatan) yaitu berupa
TSP, Urea dan KCl. Namun jika tanaman
sudah dewasa/sudah tua, pemupukan
yang dan lebih efektif adalah pupuk
anorganik. Pemupukan dilakukan dua kali
dalam setahun, yaitu pada awal musim
hujan dan pada akhir musim hujan.
3) Sebelum pemupukan dilakukan,
hendaknya dibuat parit sedalam 10 cm dan lebar
20 cm secara melingkar di sekitar
batang pokok tanaman selebar kanopi (tajuk
pohon), kemudian pupuk TSP, Urea dan
KCl ditabur dalam parit tersebut secara
merata dan segera ditimbun tanah
dengan rapat. Jika pemupukan di lakukan pada
awal musim hujan, setelah dilakuakan
pada akhir musim hujan, maka untuk
membantu pelarutan pupuk dapat
dilakukan penyiraman, tetapi jika kondisinya
masih banyak turun hujan tidak perlu
dilakukan penyiraman.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 9/ 16
Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021
316 1952, http://www.ristek.go.id
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
1) Penggerek batang (Batocera sp)
Tanaman pala yang terserang oleh hama
ini dalam waktu tertentu dapat
mengalami kematian. Gejala: terdapat lubang gerekan pada batang
diameter 0,5–
1 cm, di mana didapat serbuk kayu. Pengendalian: (1) menutup lubang gerekan
dengan kayu/membuat lekukan pada
lubang gerekan dan membunuh hamanya.
(2) memasukkan/menginjeksikan
(menginfuskan) racun serangga seperti Dimicron
199 EC dan Tamaran 50 EC sistemik ke
dalam batang pohon pala menggunakan
alat bor, dosis yang dimasukkan
sebanyak 15–20 cc dan lubang tersebut segera
ditutup kembali.
2) Anai-Anai / Rayap
Hama anai-anai mulai menyerang dari
akar tanaman, masuk ke pangkal batang
dan akhirnya sampai ke dalam batang. Gejala: terjadinya bercak hitam pada
permukaan batang, jika bercak hitam
itu dikupas, maka sarang dan saluran yang
dibuat oleh anai-anai (rayap) akan
kelihatan. Pengendalian: menyemprotkan
larutan insektisida pada tanah di
sekitar batang tanaman yang diserang,
insektisida disemprotkan pada bercak
hitam supaya dapat merembes kedalam
sarang dan saluran-saluran yang
dibuat oleh anai-anai tersebut.
3) Kumbang Aeroceum fariculatus
Hama kumbang berukuran kecil dan
sering menyerang biji pala. Imagonnya
menggerek biji dan meletakkan telur
di dalamnya. Di dalam biji tersebut, telur akan
menetas dan menjadi larva yang dapat
menggerek biji pala secara keseluruhan.
Pengendalian: mengeringkan secepatnya biji pala setelah diambil dari buahnya.
7.2. Penyakit
1) Kanker batang
Gejala: terjadinya pembengkakan batang, cabang atau ranting tanaman yang
diserang. Pengendalian: membersihkan kebun dari semak
belukar, memangkas
bagian yang terserang dan dibakar.
2) Belah putih
Penyebab: cendawan coreneum sp. yang dapat menyebabkan buah terbelah dan
gugur sebelum tua. Gejala: terdapat bercak-bercak kecil
berwarna ungu kecoklatcoklatan
pada bagian kuliat buah.
Bercak-bercak tersebut membesar dan
berwarna hitam. Pengendalian: (1) membuat saluran pembuangan air
(drainase)
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 10/ 16
Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021
316 1952, http://www.ristek.go.id
yang baik; (2) pengasapan dengan
belerang di bawah pohon dengan dosis 100
gram/tanaman.
3) Rumah Laba-Laba
Menyerang cabang, ranting dan daun. Gejala: daun mengering dan kemudian
diikuti mengeringnya ranting dan
cabang. Pengendalian: memangkas cabang,
ranting dan daun yang terserang,
kemudian dibakar.
4) Busuk buah kering
Penyebab: jamur Stignina myristicae. Gejala: berupa bercak berwarna coklat,
bentuk bulat dan cekung dengan ukuran
bercak bervariasi, yakni dari yang
berukuran sangat kecil sampai sekitar
3 cm; pada kulit buah tampak gugusangugusan
jamur berwarna hijau kehitam-hitaman
dan akhirnya bercak-bercak
tersebut terjadi kering dan keras. Pengendalian: (1) kondisi kelembaban di sekitar
pohon pala perlu dikurangi, misalnya
dengan mengurang kerimbunan pohonpohon
lain di sekitar pala dengan memangkas
sebagian cabang-cabangnya yang
berdaun rimbun, kemudian tanah di
sekitar pohon dibersihkan, tidak terdapat
gulma atau tanaman-tanaman perdu
lainnya; (2) buah pala dan daun yang
terserang penyakit ini segera dipetik
dan dipendam dalam tanah; (3) dapat
dilakukan dengan penyemprotan
fungisida secara yang rutin, yakni 2–4 minggu
sekali, baik pada saat ada serangan
maupun tidak ada serangan dari penyakit ini,
fungsida yang dapat digunakan adalah
yang mengandung bahan aktif mancozeb,
karbendazim dan benomi.
5) Busuk buah basah
Penyebab: jamur Collectotrichum
gloeosporiodes, yang menyerang atau
menginfeksi buah yang luka. Gejala: buah pala tampak busuk warna coklat
yang
sifatnya lunak dan basah; gejala ini
timbul pada sekitar tangkai buah yang melekat
pada buah sehingga buah mudah gugur. Pengendalian: dengan busuk buah
kering.
6) Gugur buah muda
Gejala: adanya buah muda yang gugur. Penyebab: penyakit ini belum diketahui
dengan jelas. Pengendalian: dengan mengkombinasikan (memadukan)
antara
pemupukan dan pemberian fungisida.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 11/ 16
Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021
316 1952, http://www.ristek.go.id
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Umumnya pohon pala mulai berbuah pada
umur 7 tahun dan pada umur 10 tahun
telah berproduksi secara
menguntungkan. Produksi pada akan terus meningkat dan
pada umur 25 tahun mencapai produksi
tertinggi. Pohon pala terus berproduksi
sampai umur 60–70 tahun. Buah pala
dapat dipetik (dipanen) setelah cukup masak
(tua), yakni yaitu sekitar 6–7 bulan
sejak mulai bunga dengan tanda-tanda buah pala
yang sudah masak adalah jika sebagian
dari buah tersebut tersebut murai merekah
(membelah) melalui alur belahnya dan
terlihat bijinya yang diselaputi fuli warna
merah. Jika buah yang sudah mulai
merekah dibiarkan tetap dipohon selama 2-3
hari, maka pembelahan buah menjadi
sempurna (buah berbelah dua) dan bijinya
akan jatuh di tanah.
Di Daerah Banda, dikenal 3 macam
waktu panen tiap tahun, yaitu: (1) panen
raya/besar (pertengahan musim hujan);
panen lebih sedikit (awal musim hujan) dan
panen kecil (akhir musim hujan).
Panen buah pala pada permulaan musim hujan
memberikan hasil paling baik
(berkualitas tinggi) dan bunga pala (fuli) yang paling
tebal.
8.2. Cara Pemetikan
Pemetikan buah pala dapat dilakukan
dengan galah bambu yang ujungnya
diberi/dibentuk keranjang (jawa:
sosok). Selain itu dapat pula dilakukan dengan
memanjat dan memilih serta memetik
buah-buah pala yang sudah masak benar.
9. PASCAPANEN
9.1. Pemisahan Bagian Buah
Setelah buah-buah pala masak
dikumpulkan, buah yang sudah masak dibelah dan
antara daging buah, fuli dan bijinya
dipisahkan. Setiap bagian buah pala tersebut
ditaruh pada wadah yang kondisinya
bersih dan kering. Biji-biji yang terkumpul perlu
disortir dan dipilah-pilahkan menjadi
3 macam yaitu: (1) yang gemuk dan utuh; (2)
yang kurus atau keriput; dan (3) yang
cacat.
9.2. Pengeringan Biji
Biji pala yang diperoleh dari proses
ke-I tersebut segera dijemur untuk menghindari
serangan hama dan penyakit. Biji
dijemur dengan panas matahari pada lantai
jemur/tempat lainnya. Pengeringan yang
terlalu cepat dengan panas yang lebih
tinggi akan mengakibatkan biji pala
pecah. Biji pala yang telah kering ditandai
dengan terlepas bagian kulit biji
(cangkang), jika digolongkan akan kocak dan kadar
airnya sebesar 8–10 %.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 12/ 16
Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021
316 1952, http://www.ristek.go.id
Biji-biji pala yang sudah kering,
kemudian dipukul dengan kayu supaya kulit buijinya
pecah dan terpisah dengan isi biji.
Isi biji yang telah keluar dari cangkangnya
tersebut disortir berdasarkan ukuran
besar kecilnya isi biji:
a) Besar: dalam 1 kg terdapat 120
butir isi biji.
b) Sedang: dalam 1 kg terdapat
sekitar 150 butir isi biji.
c) Kecil: dalam 1 kg terdapat sekitar
200 butir isi biji.
Isi biji yang sudah kering, kemudian
dilakukan pengapuran. Pengapuran biji pala
yang banyak dilakukan adalah
pengapuran secara basah, yaitu:
a) Kapur yang sudah disaring sampai
lembut dibuat larutan kapur dalam bak
besar/bejana (seperti yang digunakan
untuk mengapur atau melabur
dinding/tembok).
b) Isi biji pala ditaruh dalam
keranjang kecil dan dicelupkan dalam larutan kapur
sampai 2–3 kali dengan
digoyang-goyangkan demikian rupa sehingga air kapur
menyentuh semua isi biji.
c) Selanjutnya isi biji itu
diletakkan menjadi tumpukan dalam gudang untuk dianginanginkan
sampai kering.
Setelah proses pengapuran perlu
diadakan pemeriksaaan terakhir untuk mencegah
kemungkinan biji-biji pala tersebut
cacat, misalnya pecah yang sebelumnya tidak
diketahui.
Pengawetan biji pala juga dapat
dilakukan dengan teknologi baru, yakni dengan
fumigasi dengan menggunakan zat metil
bromida (CH3 B1) atau karbon bisulfida
(CS2)
9.3. Pengeringan Bunga Pala
(Fuli)
Fuli dijemur pada panas matahari
secara perlahan-lahan selama beberapa jam,
kemudian diangin-anginkan. Hal ini
dilakukan berulang-ulang sampai fuli itu kering.
Warna fuli yang semula merah cerah,
setelah dikeringkan menjadi merah tua dan
akhirnya menjadi jingga. Dengan
pengeringan seperti ini dapat menghasilkan fuli
yang kenyal (tidak rapuh) dan
berkualitas tinggi sehingga nilai ekonomisnya pun
tinggi pula.
9.4. Pemecahan Tempurung Biji
Pemecahan tempurung biji pala dapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a) Dengan
tenaga manusia
Cara memecah tempurung dari biji pala
dilakukan dengan cara memukulnya
dengan kayu sampai tempurung tersebut
pecah. Cara memecah tempurung biji
pala memerlukan keterampilan khusus,
sebab kalau tidak isi biji akan banyak yang
rusak (pecah) sehingga kulitasnya
turun.
b) Dengan
mesin
Cara ini banyak digunakan petani
pala. Secara sederhana dapat diterangkan
bahwa mekanisme kerja dan alat ini
sama dengan yang dilakukan oleh manusia,
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 13/ 16
Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021
316 1952, http://www.ristek.go.id
yakni bagian tertentu dari mesin
menghancurkan kulit buah pala sehingga yang
tinggal adalah isi bijinya.
Keuntungan dari penggunaan mesin adalah tenaga,
waktu dan biaya operasionalnya dapat
ditekan. Disamping itu kerusakan mekanis
dari isi biji juga lebih kecil.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
TANAMAN
10.1.Analisis Usaha Budidaya
…
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Produksi pala (biji dan fuli) setiap
tahun terus meningkat. Produksi pala pada tahun
1962 sebesar 3.200 ton meningkat
menjadi 10.327 ton pada tahun 1971. Dalam
jangka waktu 10 tahun tersebut,
kenaikan produksi pada rata-rata 22% pertahun luas
areal pala nasional pada tahun 1985
diperkirakan 70,192 hektar dengan jumlah
produksi sekitar 18.649 ton pertahun
kenaikan produksi itu terutama disebabkan
untuk perluasan tanaman pala yang
sekiatar 90% merupakan pertanaman rakyat.
Peranan ekspor pala itu cukup besar
bagi petani, terutama di daerah-daerah Maluku,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,
Irian Jaya. Jawa Barat dan Aceh.
Hasil pala Indonesia mempunyai keunggulan
dipasaran dunia karena memiliki aroma
yang khas dan memiliki rendaman
minyak yang tinggi. Hanya sekitar 40% kebutuhan
pala dunia dipenuhi dari Granada,
India dan beberapa negara penghasil pala lainya
sedangkan 60% kebutuhan pala dunia
dipenuhi Indonesia, yakni berupa biji pala dan
selaput biji (fuli) kering yang dapat
menghasilkan devisa cukup besar.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1.Ruang Lingkup
Standar produksi ini meliputi: syarat
mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan
contoh dan cara pengemasan.
11.2.Diskripsi
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 14/ 16
Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021
316 1952, http://www.ristek.go.id
11.3.Klasifikasi dan Standar
Mutu
Untuk menentukan kualitas dari inti
biji pala yang dihasilkan, kriteria yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut:
1) Pala kupas ABCD:
1. bji relatif berat
2. bentuknya sempurna dan tidak
keriput
3. tidak diserang hama/penyakit
4. tidak pecah/rusak mekanis.
2) Pala kupas RIMPEL:
1. biji relatif berat
2. berkeriput
3. tidak pecah
4. tidak diserang hama/penyekit
3) Pala kupas B.W.P.
1. berkeriput
2. ada kerusakan mekanis
3. diserang hama dan penyakit
4. ringan
Dari hasil penyortiran kualitas biji
tersebut, kita akan mendapatkan berat rata-rata
yang berbeda, yakni:
a) Pala kupas ABCD dalam satu sak
berat (90 kg).
b) Pala kupas RIMPEL dalam satu sak
berat (80 kg).
c) Pala kupas B.W.P. dalam satu sak
berat (75 kg).
Kriteria untuk menentukan standar
kualitas fuli didasarkan pada warna, bentuk serta
kematangan dari fuli. Kriteria
kualitas fuli adalah:
a) Fuli I (moce one): dari buah yang sudah tua; keadaan fuli
utuh; warnanya bagus
(merah).
b) Fuli II (moce two): dari buah yang sudah tua; keadaan
fuli tidak utuh lagi;
c) Gruis I dan II: fuli hancur; lapuk
dan mudah pecah; warnanya hitam.
Khusus untuk Gruise II digunakan
mesin penghancur untuk lebih menghaluskan
fuli.
Kualitas biji pala ditentukan oleh:
a) Jarak tanam: jarak tanam bukan
saja mempengaruhi kuantitas, tetapi menentukan
kualitas pala yang dihasilkan. Dengan
jarak tanam yang rapat biasanya kita akan
dapatkan buah-buah yang kecil.
b) Pemeliharaan: pemeliharaan juga
mempengaruhi kualitas pala yang dihasilkan.
Akibat dari pemeliharaan yang tidak
baik buah pala mudah diserang oleh hama
atau penyakit (terbelah putih)
sehingga kualitas buah kurang baik.
c) Cara pemetikan dan prosesing: buah
yang dipetik pada waktu masih muda, biji
dan fuli yang kita dapatkan
kualitasnya akan rendah. Demikian pula dengan
prosesing yang kurang baik, misalnya
penjemuran yang dilakukan secara tergesagesa,
biji pala yang dihasilkan tentu akan
banyak yang pecah.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 15/ 16
Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021
316 1952, http://www.ristek.go.id
11.4.Pengambilan Contoh
Setiap kemasan diambil contohnya
sebanyak 3 kg dari bagian atas, tengah dan
bawah. Contoh tersebut dicampur
merata tanpa menimbulkan kerusakan, kemudian
dibagi 4 dan dua bagian diambil
secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali
sampai contoh mencapai 3 kg untuk
dianalisa.
a) Jumlah kemasan dalam partai: 1
sampai 100, minimum jumlah contoh yang
diambil 5.
b) Jumlah kemasan dalam partai: 101
sampai 300, minimum jumlah contoh yang
diambil 7.
c) Jumlah kemasan dalam partai: 301
sampai 500, minimum jumlah contoh yang
diambil 9.
d) Jumlah kemasan dalam partai: 501
sampai 1000, minimum jumlah contoh yang
diambil 10.
e) Jumlah kemasan dalam partai: lebih
dari 1000, minimum jumlah contoh yang
diambil 15.
Petugas pengambil contoh harus
memenuhi syarat yaitu orang yang
berpengalaman/dilatih lebih dahulu
dan mempunyai ikatan dengan suatu badan
hukum.
11.5.Pengemasan
Tujuan pengemasan adalah mencegah
kerusakan produk hingga ke tangan
konsumen. Pengemasan yang umum adalah
dengan karung plastik karena dapat
mencegah kerusakan dalam waktu yang
relatif lama.
Pengepakan biji dan fuli pala
dilakukan secara sederhana. Pala yang telah disortir
dipak dengan menggunakan karung goni
berlapis dua. Rata-rata dari setiap kualitas
pala adalah sebagai berikut:
a) Pala kupas ABCD dalam satu sak
berat 90 kg.
b) Pala kupas RIMPEL dalam satu sak
berat 80 kg.
c) Pala kupas B.W.P. dalam satu sak
berat 75 kg.
Khusus untuk pengepakan fuli biasanya
dilakukan dalam peti kayu (triplek) dengan
berat rata-rata 70-75 kg/peti.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum dilakukan
pengepakan adalah: fuli yang akan
dipak harus difumigasi terlebih dahulu.
Pemberian fumigant pada biji pala dan
fuli harus dilakukan di suatu ruang yang
tertutup rapat selama 2 x 24 jam.
Fumigant yang biasa digunakan adalah Methyl
Bromida.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 16/ 16
Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP
Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021
316 1952, http://www.ristek.go.id
12. DAFTAR PUSTAKA
1) Sunanto,Hatta. Budidaya Pala Komoditas Ekspor . Yogyakarta : kanisius.1993.
Sumber : Sistim Informasi Manajemen
Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS
Editor : Kemal Prihatman
KEMBALI KE MENU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar